Terpincut oleh rasa ingin cepat kaya, Ade Sucipto terjebak oleh judi nomor buntut hingga menghancurkan kehidupannya sendiri. Demi mendapatkan nomor buntut, Ade memburunya dari satu dukun ke dukun yang lainnya. Inilah pengakuan dari Ade.
"Saya dari rumah jam 3 sore, sampe disana (dukun -red) sekitar jam 7 malam."
Ketika bertemu dukun itu, inilah yang diminta Ade:
"Pak, saya butuh nomor yang benar-benar jitu... dan saya tahu bapak pasti bisa kasih saya nomor itu."
Tanpa melakukan apapun dukun tersebut langsung memberikan secarik kertas berisi nomor yang diinginkan Ade. Tanpa curiga, dan pikir panjang, Ade langsung memasang nomor buntut dari dukun tersebut. Ia menantikan dengan sabar apakah nomor yang ia pasang memberinya keberuntungan.
"Tapi ternyata setelah dipasang, ngga keluar nomornya,"demikian Ade menceritakan kekecewaannya saat itu.
Kegagalannya ini ternyata tidak menghentikan Ade untuk terus berjudi. Dia bahkan semakin menggila demi memuaskan keinginan yang terpendam dalam hatinya.
"Hidup itu tidak puas dan tidak bahagia. Jika ingin bahagia, ya harus punya uang banyak. Ya mungkin satu-satunya cara dengan beli nomor. Beli 1 seribu, bisa dapet enam puluh ribu."
Ketika bertemu dengan wanita yang ia cintai, dan menikah dengannya, Ade lupa sejenak akan perjudian. Namun itu hanya berlangsung sesaat.
"Dulu gaji satu bulan untuk sendiri aja ngga cukup. Sekarang tambah untuk menghidupi istri. Ada keluarga yang ikut, tambah berat. Pikiran saya langsung kembali ke dukun. Kembali ke cari nomer."
Saat itulah Ade kembali memburu nomer dari satu dukun ke dukun yang lain. Istrinya yang tahu Ade selalu kalah mencoba menasehatinya untuk berhenti berjudi, namun tidak di dengarkan.
Melalui seorang temannya yang mendapatkan nomor dari seorang dukun, Ade merasakan manisnya kemenangan.
"Kalau di itung, waktu itu saya dapat empat juta lima ratus. Sedangkan gaji saya hanya Rp. 75 ribu rupiah. Bukannya berterima kasih, tapi yang terpikir adalah cari lagi. Uangnya akhirnya habis ke dukun lagi, ke dukun lagi."
Dukun demi dukun di datanginya. Hingga seorang dukun memberikan jawaban yang tidak pernah terlintas dalam pikirannya, dan membuatnya berpikir ulang akan apa yang dilakukan selama ini.
"Pak... saya butuh nomer buntut.." demikian kata Ade pada sang dukun.
"Kalau saya tahu nomernya, saya pasti pasang duluan.." jawab sang dukun.
Jawaban sang dukun tersebut belum bisa menghentikan hobinya. Kini dia memang tidak pergi kedukun, namun judi tetap harus jalan terus. Berbekal pengalamannya sendiri, ia mulai merumuskan sendiri nomor buntut yang akan ia pasang. Hingga suatu kali ia merasa sangat yakin dengan sepasang nomor yang ia rumuskan.
"Dapet nomernya 05, semua rumus menunjukkan angka 05. Disitu saya habis-habisan. Sampe gelang istri saya, saya ambil. Saya punya uang berapa, diloket saya belikan nomer 05. Sepeda motor pun saya jual."
"Selain saya meyakini hal itu (nomor 05 - red), saya juga berdoa. ‘Tolong Tuhan, keluarkan nomer 05.' Dalam satu minggu saya terus mendekatkan diri pada Tuhan. Tapi tujuannya untuk minta nomer ini," tambahnya.
Namun harapannya itu hancur, ketika hasilnya ternyata sangat mendekati dengan apa yang dirumuskannya.
"Dari berita, keluarnya 50 bukan 05. Saya setengah ngga percaya, ‘ah.. ini mungkin beritanya salah..' Setelah sehari, dua hari, hasilnya tetap saja 50. Timbul saya kecewa berat. Saya kecewa berat. Saya bertanya, ‘apa ketika saya memohon, Tuhan denger ngga.' ‘Kalau saya berdoa, ternyata yang keluar salah juga, buat apa saya percaya Tuhan.'"
Kekecewaan menguasai hati Ade, namun ketakutan juga menghantuinya.
"Pas tahun 89, mata saya itu mulai kunang-kunang. Bahkan pes... gelap. Banyak orang yang mendoakan mengatakan ini mungkin hukuman dari Tuhan dan banyak hal lain, namun ngga saya gubris. Bahkan saya bilang begini, ‘Tuhan mana yang bisa menyembuhkan saya, coba sembuhkan saya. Karena saudara saya bilang, ‘Ini cuma Tuhan yang bisa sembuhkan.'"
Sewaktu menanyakan pada dokter dan perawat tentang peluang keberhasilan operasi mata, jawaban mereka tambah membuatnya takut.
"Perawat itu menjawab, ‘Tenang saja pak Ade, ngga pernah ada yang di operasi mata langsung meninggal. Tapi pulang buta banyak.' Nah, disitulah hati saya ciut. Seandainya saya tidak sembuh, berarti pulang dalam keadaan buta. Apa saya siap, disitulah saya berseru kepada Tuhan, ‘Seandainya mata saya sembuh, saya akan sungguh-sungguh mencari Tuhan.'"
Janji yang diucapkan Ade tersebut seperti di pegang oleh Tuhan. Operasi berjalan dengan baik, dan Ade bisa melihat kembali. Saat itulah seorang temannya mendatangi rumahnya.
"Pak Ade, pak Ade pengen tahu ngga mata pak Ade itu sembuhnya oleh siapa?"
"Ngga tahu," jawab Ade.
"Yang bisa menyembuhkan mata pak Ade teh.. Tuhan Yesus..."
Ade kaget dengan jawaban temannya itu.
"Dalam perbincangan itu, saya setengah ngga yakin. Dia memberikan saya suatu buku, entah buku apa dan meminta saya membacanya. Namun belum sempat baca, mata saya itu buta lagi."
Rasa takut akan kebutaan total membayangi Ade.
"Timbul saya takut ngga sembuh. Saya teringat kata-kata teman saya, ‘Yang bisa menyembuhkan mata pak Ade teh.. Tuhan Yesus.' Saya mulai mencoba, kalau Yesus itu bisa menyembuhkan mata saya, ini operasi kedua, saya memohon pada Tuhan Yesus, ‘Sembuhkan mata saya, kalau memang Engkau bisa menyembuhkan mata saya.' Saya mungkin hanya dalam 12 hari langsung sembuh."
Kesembuhan dapat Ade alami lagi, namun pertanyaan besar tentang kesembuhannya memenuhi Ade.
"Saya ingat temen saya waktu itu memberi saya Alkitab. Pas saya sudah sembuh itu, saya cari Alkitab itu, apakah benar di kitab itu ada kata-kata yang menyebutkan Yesus yang menyembuhkan mata saya. Saya baca."
Lembar demi lembar ia baca, demi menemukan sebuah jawaban yang ia cari.
"Ada ayat yang mengatakan bahwa Yesus menyembuhkan orang buta. Loh.. saya pernah buta.. Jadi mungkin bener juga nih.. Yang menyembuhkan mata saya itu Yesus. Tapi saya masih penasaran. Saya baca lagi. Saya temukan ayat, Yesus berkata, ‘Akulah terang dunia.' Manusia kan butuh terang juga. Wah... saya tambah penasaran. Bahkan saya menemukan ayat yang membuat saya tambah penasaran. Yesus berkata, ‘Akulah jalan kebenaran dan hidup.' Kok ini berani menjamin. Siapa dia kalau begini. Saya tambah penasaran."
Ade pun memberanikan diri bertanya pada temannya tentang rasa penasaran yang ia miliki, dan temannya itu mengajak Ade untuk datang ke sebuah ibadah.
"Saat itu seorang pembicara mengajak kami berdoa, ‘Ayo kita mengakui dosa-dosa kita, agar forman Tuhan ada dalam hidup kita. Saya kaget disitu. Kok harus mengakui dosa, pada hal kalau saya mengingat-ingat dosa saya, sudah tidak terhitung. Waktu saya mendengar hal itu, kekuatan saya tidak ada. Jangankan untuk berdiri, untuk berkata-kata pun saya tidak mampu. ‘Apa yang harus saya katakan?' Tapi perasaan saya merasa lega. Merasa plong. Merasa beban itu seperti terlepas. Ringan saja rasanya.. ngga bisa diungkapkan dengan kata-kata."
Hari itu menjadi sebuah pengalaman baru yang belum pernah Ade rasakan sebelumnya. Ade pun memutuskan untuk kembali mengikuti ibadah tersebut. Ajakan untuk mengaku dosa kembali dikumandangkan pada ibadah tersebut.
"Disitu baru saya bisa mengakui, secara total. Saya ini orang yang bener-bener sudah ngga layak dihadapan Tuhan, karena sudah terlalu banyak dosanya. Sudah hidup mengandalkan dukun, sudah menyangkal kebenaran Tuhan, sudah mengandalkan kekuatan sendiri, bahkan yang paling membuat saya malu sama Tuhan, yaitu menyangkal... tidak mempercayai adanya Tuhan. Disitu saya mengakui pada Tuhan Yesus bahwa Yesus itu Tuhan."
Sejak itu, ada perubahan jelas dalam hidup Ade. Tuhan merubah hidupnya dan juga seluruh keluarganya.
"Kalau saya mempunyai banyak harta, tapi saya tidak tahu kemana jalan ke surga itu, sia-sia hidup. Yesus mengatakan, ‘Aku jalan kebenaran dan hidup.' Dari ayat itu saya yakin, kalau saya dipanggil Tuhan, kapan pun, dimanapun, saya sudah siap, karena apa? Pasti, jaminan keselamatan itu sudah milik saya. Saya ke sorga," tutup Ade.
Sumber kesaksian:
Ade Sucipto
Sumber : V100203080223